Skip to Content
Digital Lifestyle

Gaji Data Scientist Indonesia vs AI Engineer: Karir 2026

Profesi Data Scientist vs AI Engineer

Profesi Data Scientist vs AI Engineer: Mana yang Lebih Menjanjikan di 2026?

icmganz – Pernahkah Anda membayangkan diri Anda di tahun 2026? Saat itu, mungkin mobil otonom sudah mulai wara-wiri di jalanan Jakarta. Selain itu, bisa jadi aplikasi kesehatan pribadi Anda mampu mendiagnosa penyakit. Bahkan, diagnosa itu muncul sebelum Anda merasa sakit.

Di balik layar kecanggihan teknologi ini, ada dua sosok “arsitek” utama. Merekalah yang sering kali membuat bingung para pencari kerja maupun mahasiswa tingkat akhir. Dua sosok tersebut adalah Data Scientist dan AI Engineer.

Keduanya memang terlihat mirip. Sebab, mereka sama-sama berkutat dengan kode dan algoritma rumit. Terlebih lagi, mereka sama-sama bekerja di depan layar hitam penuh tulisan berwarna-warni. Namun, jika Anda harus memilih satu jalur untuk masa depan karir Anda, manakah yang terbaik? Mana yang sebenarnya memegang kunci kesuksesan finansial dan stabilitas jangka panjang?

Apakah Anda harus mengejar gaji data scientist Indonesia yang konon katanya fantastis? Atau sebaliknya, Anda lebih memilih terjun ke karir AI engineer? Profesi ini memang sedang naik daun berkat ledakan teknologi generatif.

Pertanyaan ini tidak sesederhana memilih menu makan siang. Sebenarnya, ini adalah tentang investasi waktu dan energi. Tujuannya adalah untuk menguasai skill yang dibutuhkan masa depan. Mari kita bedah realita kedua profesi ini. Kita tidak hanya akan melihat dari kulit luarnya saja. Akan tetapi, kita akan membedahnya hingga ke tulang punggung industri teknologi yang sebenarnya.

Detektif vs Penemu: Memahami Perbedaan Fundamental

Sebelum kita bicara angka, mari kita luruskan persepsi dahulu. Banyak orang mengira Data Scientist dan AI Engineer adalah satu entitas. Padahal, jika dianalogikan dalam sebuah film misteri, perannya sangat berbeda.

Bayangkan Data Scientist sebagai Sherlock Holmes. Tugas utamanya adalah melihat tumpukan data masa lalu yang kacau. Kemudian, mereka membersihkannya dan menganalisisnya. Tujuannya adalah menemukan “siapa pelakunya”. Atau dalam konteks bisnis, mereka menjawab pertanyaan: “mengapa penjualan kita turun bulan lalu?”.

Mereka adalah detektif yang mengubah data mentah menjadi wawasan strategi bisnis (business insights). Senjata andalan mereka adalah statistik dan probabilitas. Selain itu, mereka juga harus ahli dalam kemampuan bercerita (storytelling) dengan data.

Di sisi lain, AI Engineer lebih mirip Tony Stark. Mereka tidak terlalu peduli dengan “mengapa penjualan turun”. Justru, mereka fokus membangun sistem cerdas. Sistem ini bisa memprediksi penjualan bulan depan secara otomatis. Contoh lainnya, mereka membuat chatbot yang bisa melayani pelanggan tanpa tidur.

Fokus mereka adalah infrastruktur dan skalabilitas. Selain itu, mereka bertugas melakukan implementasi model ke dalam produk nyata. Oleh sebab itu, karir AI engineer menuntut kemampuan rekayasa perangkat lunak (software engineering). Kemampuan ini jauh lebih kental dibandingkan statistik murni.

Realita Nominal: Membedah Gaji Data Scientist Indonesia

Sekarang, mari bicara tentang “gajah di pelupuk mata”, yaitu uang. Majalah Harvard Business Review pernah menobatkan Data Scientist sebagai “The Sexiest Job of the 21st Century”. Akibatnya, ekspektasi gaji untuk posisi ini melambung tinggi. Namun, bagaimana realitanya di pasar lokal?

Faktanya, gaji data scientist Indonesia sangat bervariasi. Hal ini tergantung industri dan ukuran perusahaan. Berdasarkan tren pasar per tahun 2024-2025, gaji seorang Fresh Graduate cukup menarik. Untuk posisi Junior Data Scientist di startup unicorn atau perusahaan teknologi mapan di Jakarta, angkanya cukup besar. Anda bisa mengantongi antara Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per bulan.

Akan tetapi, angka ini bisa berbeda jauh di perusahaan konvensional. Terutama bagi perusahaan yang baru melakukan transformasi digital. Gajinya mungkin berkisar di angka Rp 7 juta hingga Rp 9 juta saja.

Menariknya, lonjakan gaji terjadi sangat signifikan di level Senior atau Lead. Seorang Senior Data Scientist bisa dengan mudah menyentuh angka Rp 30 juta hingga Rp 50 juta per bulan. Syaratnya, mereka harus punya pengalaman 5 tahun ke atas dan memiliki pemahaman bisnis yang kuat.

Mengapa kesenjangannya begitu jauh? Jawabannya sederhana. Di level senior, Anda tidak hanya dibayar untuk coding. Melainkan, Anda dibayar untuk kemampuan mengambil keputusan strategis. Keputusan ini bisa menyelamatkan perusahaan dari kerugian miliaran rupiah. Jadi, narasi tentang gaji besar itu nyata. Namun, syarat dan ketentuannya tetap berlaku.

Gelombang Emas Karir AI Engineer: Hype atau Masa Depan?

Jika Data Scientist adalah primadona dekade lalu, maka AI Engineer adalah rockstar saat ini. Hal ini disebabkan oleh ledakan Generative AI seperti ChatGPT, Claude, dan Gemini. Teknologi ini telah mengubah peta permainan secara drastis. Perusahaan kini tidak hanya butuh analisis data. Lebih dari itu, mereka butuh aplikasi pintar.

Permintaan untuk karir AI engineer meledak tajam. Alasannya, setiap perusahaan kini berlomba-lomba mengintegrasikan AI ke dalam produk mereka. Mulai dari bank hingga e-commerce, semua butuh AI.

Mereka butuh orang yang bisa melakukan fine-tuning model bahasa besar (LLM). Selain itu, mereka juga perlu ahli untuk mengelola MLOps (Machine Learning Operations). Tujuannya adalah memastikan AI berjalan efisien di server. Dengan demikian, perusahaan tidak perlu membakar biaya cloud yang mahal.

Secara finansial, AI Engineer seringkali memiliki gaji awal yang sedikit lebih tinggi. Hal ini jika dibandingkan dengan Data Scientist di level junior. Penyebab utamanya adalah tingginya barier masuk teknis. Anda harus menguasai deep learning dan software engineering sekaligus.

Di pasar global, gaji AI Engineer bisa bersaing ketat dengan Software Architect. Di Indonesia, tren ini juga mulai terlihat. Perusahaan berani membayar mahal talent yang menguasai NLP (Natural Language Processing) dan Computer Vision. Ini bukan sekadar tren sesaat. Sebaliknya, ini adalah pembangunan infrastruktur digital baru.

Skill yang Dibutuhkan Masa Depan: Bukan Sekadar Coding

Banyak orang terjebak pemikiran lama. Mereka berpikir bahwa menguasai Python dan SQL sudah cukup untuk aman hingga pensiun. Sayangnya, kenyataan di lapangan jauh lebih kejam. Skill yang dibutuhkan masa depan di tahun 2026 menuntut lebih dari sekadar kemampuan teknis.

Bagi calon Data Scientist, kemampuan teknis seperti Python, R, SQL, dan Tableau adalah standar dasar. Namun, nilai jual Anda di 2026 akan ditentukan oleh Business Acumen (ketajaman bisnis).

Bisakah Anda menerjemahkan algoritma rumit menjadi bahasa manusia? Bahasa yang dimengerti oleh CEO yang awam teknologi? AI bisa membuat kode analisis. Akan tetapi, AI belum bisa meyakinkan dewan direksi untuk mengubah strategi perusahaan berdasarkan data tersebut.

Sementara itu, untuk AI Engineer, ceritanya berbeda. Skill masa depan berkisar pada MLOps dan Cloud Computing (AWS/GCP/Azure). Selain itu, pemahaman tentang etika AI juga sangat penting.

Ya, etika. Seiring ketatnya regulasi AI di masa depan, perusahaan membutuhkan engineer yang paham aturan main. Mereka harus bisa membangun model yang tidak bias dan aman. Tambahan lagi, kemampuan adaptasi (adaptability) adalah harga mati. Library atau framework yang Anda pelajari hari ini bisa jadi usang enam bulan lagi.

Sisi Gelap Pekerjaan: Membersihkan Data vs Debugging Model

Jangan bayangkan pekerjaan ini seindah film sci-fi. Jika Anda bertanya kepada praktisi senior, mereka akan memberikan jawaban yang membumi.

Seorang Data Scientist mungkin akan menghabiskan 70-80% waktunya untuk membersihkan data (data cleaning). Ini adalah pekerjaan yang membosankan dan repetitif. Bahkan, seringkali hal ini membuat frustrasi.

Data di dunia nyata itu kotor. Selain itu, datanya sering tidak lengkap dan berantakan. Oleh karena itu, Anda butuh ketelitian tingkat tinggi. Jika Anda tidak tahan dengan pekerjaan “kasar” membersihkan data, Anda perlu berpikir ulang. Mungkin gaji data scientist Indonesia yang besar itu tidak sepadan dengan stres yang Anda rasakan.

Di sisi lain, AI Engineer seringkali bergulat dengan model “kotak hitam” (black box). Bayangkan Anda melatih model AI selama berhari-hari. Anda sudah menghabiskan biaya server jutaan rupiah. Namun, hasilnya akurasinya buruk.

Parahnya, Anda tidak tahu persis di mana letak kesalahannya. Proses debugging model deep learning bisa sangat menguras mental. Belum lagi, ada tekanan untuk terus mengejar paper riset terbaru yang terbit setiap hari. Jika Anda bukan tipe orang yang suka belajar seumur hidup (lifelong learner), hindarilah profesi ini. Karir AI engineer bisa terasa seperti lari maraton tanpa garis finis.

Konvergensi Peran: Munculnya “AI Scientist”?

Menjelang 2026, garis batas antara kedua profesi ini semakin kabur. Kita mulai melihat munculnya peran hybrid. Contohnya adalah “Machine Learning Engineer” atau “AI Scientist”.

Perusahaan mulai menyadari masalah bottleneck. Data Scientist yang tidak bisa melakukan deployment model (tugas engineer) akan menghambat proses. Sebaliknya, AI Engineer yang tidak paham statistik dasar (ilmu data science) akan menghasilkan model yang bias. Model tersebut menjadi tidak valid.

Oleh karena itu, strategi terbaik bukanlah memilih satu dan membuang yang lain secara total. Melainkan, Anda harus memiliki spesialisasi bentuk “T” (T-shaped skills). Anda bisa menjadi Data Scientist yang paham sedikit tentang software engineering. Atau, Anda menjadi AI Engineer yang paham metrik bisnis. Fleksibilitas inilah yang akan membuat Anda menjadi aset tak tergantikan.

Mana yang Harus Anda Pilih?

Pada akhirnya, pertanyaan ini kembali pada diri Anda sendiri. Mana yang lebih menjanjikan antara gaji data scientist Indonesia dan karir AI engineer di tahun 2026? Jawabannya kembali pada kepribadian Anda.

Jika Anda adalah tipe pemikir analitis, maka Data Scientist adalah jalur Anda. Jalur ini cocok bagi yang suka memecahkan teka-teki bisnis dan gemar presentasi. Terlebih lagi, jika Anda ingin menjadi jembatan antara data dan keputusan manusia. Potensi gajinya akan terus tinggi bagi mereka yang bisa memberikan dampak bisnis nyata.

Namun, jika Anda adalah pembangun (builder) sejati, AI Engineer adalah pilihan tepat. Jalur ini untuk Anda yang suka mengutak-atik sistem dan terobsesi dengan otomatisasi. Serta, bagi Anda yang ingin berada di garis depan inovasi teknologi.

Satu hal yang pasti. Skill yang dibutuhkan masa depan bukanlah kemampuan menghafal sintaks kode. Melainkan, kemampuan memecahkan masalah (problem solving) dengan bantuan teknologi. Jangan hanya mengejar tren, kejarlah kompetensi. Sudah siapkah Anda mengambil peran dalam revolusi teknologi berikutnya?